Halaman

Welcome To The Dhika Eberhard Blog's

Senin, 03 September 2012

Pentingnya Hutan Sekolah

Bisa dipelajari dalam kiprah pembangunan yang tengah bergulir di masa krisis. Komitmen untuk menjaga dan mengembangkan eksistensi hutan dan kehutanan kian menipis. Jika hal ini terus berlangsung maka dapat menjadi preseden buruk bagi generasi mendatang.


Lantaran itu, menjadi penting artinya jika masa kini kita menyambut baik gagasan konkret melalui pencanangan "Gerakan Hutan Sekolah". Yaitu, penghijauan yang dibudidayakan pada lingkungan sekolahan, baik SD, SLTP, SMU hingga perguruan tinggi. Gerakan ini merupakan salah satu upaya komplementer terhadap gerakan penghijauan nasional sebelumnya, seperti gerakan sejuta pohon (sejak 10 Januari 1993), gerakan hutan desa, hutan kota dan sebagainya.


Apa makna di balik pentingnya gerakan membangun hutan sekolah yang dicanangkan pemerintah itu? Apakah hal ini hanya sekadar sebuah niat tanpa usaha realisasi karena tak dipandang vital.Tampaknya hal ini tidak demikian, sebab pemerintah menganggapnya sedemikian penting bagi kehidupan manusia.


Beberapa manfaat dikembangkannya hutan sekolah. Pertama, sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan di bidang ekologi (konservasi lingkungan) bagi anak didik, sekaligus membangun rasa ikut memiliki menuju sekolah yang berwawasan lingkungan.


Kedua, mengembangkan sisi ekonomi dan kegiatan produktif melalui pembudidayaan tanaman hutan di sekolah.


Ketiga, meningkatkan bidang sosial demokratis melalui peningkatan partisipasi anak didik dalam pengembangan hutan sekolah.


Keempat, memberi manfaat edukatif sebagai laboratorium alam melalui penerapan iptek penghijauan. Untuk itu, perlu mulai berbenah diri bagi sekolah-sekolah sebagai arena edukasi bagi tumbuhnya lingkungan dan sumber alam yang lestari melalui penerapan iptek.


Disadari, akar penyebab dari kerusakan lingkungan karena ulah manusia yang bermental frontier (Chiras, 1985). Mentalitas frontier berorientasi pada manusia yang memiliki tiga karakteristik.


Pertama, berpandangan bahwa bumi adalah bank sumber kekayaan alam yang tak terbatas, dan berkeyakinan bahwa ia akan selalu ada.


Kedua, berpandangan manusia bukan bagian dari alam.


Ketiga, berpandangan alam untuk dikuasai dan digunakan memenuhi kebutuhan dan keinginan.


Bila kawasan hutan benar-benar lestari akan berperan dan berfungsi ekonomi, sosial, dan ekologi. Kondisi kelestarian kawasan DAS yang hancur terutama akibat kemarakan degradasi hutan berat hutan tropis. Dewasa ini, 43 juta ha hutan nasional dalam kondisi rusak.


Selama 5 tahun terakhir, laju deforestasi diperkirakan 1,6 ha per tahun. Angka itu menunjukkan tingkat kerusakan dan degradasi hutan nasional yang luar biasa parah dan tekanan terhadap hutan sudah besar.


Menurut citra satelit 1995-1999 hutan produksi yang rusak di Indonesia pada 432 HPH mencapai 14,2 juta ha. Sedang kerusakan hutan lindung dan hutan konservasi mencapai 5,9 juta ha.


Pada dasarnya, pengelolaan sektor kehutanan sebatas 30% (lihat UU No 41/1999 tentang Kehutanan) dari total luas setiap wilayah DAS bersangkutan agar selalu berada dalam kondisi lestari.


Misalnya, di Jawa sesungguhnya yang harus dipertahankan dan dikelola dengan baik dalam pengelolaan sektor kehutanan hanya kawasan hutan sekitar 3,9 juta ha (30%) dari seluruh luas daratan sekitar 13 juta ha. Realitanya luas itu sudah jauh menciut menjadi 21% atau sekitar 2,73 juta ha, dan itu pun harus dipertahankan mati-matian.


Masing-masing yang berhubungan dengan proses rusaknya hutan punya banyak motif dan latar belakang. Bisa saja orang mempersepsikan hutan sebagai SDA karunia Tuhan untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, mungkin juga ada yang memaknai hutan sebagai "sahabat" sumber penghidupan. Atau mungkin sumber malapetaka, sekaligus sumber kejahatan.


Tidak ada komentar: